Cuaca biasanya menjadi penentu utama akan bagus atau tidaknya hasil sebuah foto. Karena cuaca yang kurang baik alias mendung, kami batal mampir ke air terjun Madakaripura. Kami pun kemudian beristirahat di Bromo sebelum melanjutkan perjalanan ke area Batu, Malang. Bagi sebagian banyak orang, termasuk mungkin kamu yang sedang membaca cerita ini, Bromo mungkin sudah bukan hal yang “wah” lagi. Sudah pasaran, mungkin seperti itu istilahnya. Begitu pun dengan kami. Ini bukan kunjungan kami yang pertama di Bromo. Ko Agus pernah ke Bromo beberapa kali sebelumnya. Saya pun dulu pernah ke sana sekali ketika baru saja selesai tugas di Indonesia Mengajar. Saya yakin, Bromo buat kebanyakan orang yang pernah berkunjung ke sana identik dengan beberapa hal ini: menyaksikan matahari terbit di Pananjakan, padang pasir, kawah Gunung Bromo itu sendiri, bukit teletubbies, pasir berbisik, atau mungkin kuda. Ya, saya tak memungkiri memang itu adalah daya tarik utama dari Bromo. Tapi, Bromo tak melulu hanya soal hal-hal tadi. Saya pun tidak akan berpikir seperti itu seandainya cuaca hari itu baik-baik saja. Cuaca yang mendung membuat kami mencoba melihat Bromo dari sudut lainnya. Siapa yang menyangka ternyata lanskap perkebunan Bromo sangat indah dilihat dari sudut mana pun? Siapa sangka ternyata petani yang sedang berkebun pun menjadi objek yang menarik untuk difoto? Siapa sangka cuaca berkabut menambah dramatis suasana sekitaran Gunung Bromo? Siapa juga yang menyangka bahwa cuaca yang tidak kami harapkan ternyata membuat kami berpaling pada objek-objek yang selama ini terlewatkan indahnya? Atau mungkin paket-paket wisata Bromo yang ada selama ini membuat saya tidak bisa melihat keindahan Bromo secara menyeluruh? Saya jadi belajar sesuatu lagi dari perjalanan ini. Cuaca seringkali menjadi alasan kita tidak bisa menikmati perjalanan. Padahal, cuaca merupakan hal yang di luar batas kendali kita sebagai manusia. Namun, urusan menikmati perjalanan atau tidak kan tetap ada dalam kendali kita sendiri. Baik atau buruknya cuaca mungkin hanya alat Yang Kuasa untuk kita belajar menarik diri sejenak dari fokus utama kita dan melihat hal-hal indah yang ada di sekeliling kita yang selama ini terlewatkan. Eh, koq saya jadi melantur ya? Baiklah, singkat cerita, setelah menginap semalam di Bromo, kami pun melanjutkan perjalanan ke Kota Malang. Tujuan kami ke Malang sebenarnya hanya ingin istirahat. Namun rasanya istirahat pun bisa dilakukan sembari jalan-jalan santai. Kalau jalan santai sambil naik gunung, itu sih tidak santai ya, teman-teman. Oleh karena itu kami pun mampir ke Batu Secret Zoo di sore hari dan Batu Night Spectacular (BNS) pada malam harinya. Saya mulai dari Batu Secret Zoo ya. Batu Secret Zoo ini merupakan lokasi wisata sejenis kebun binatang. Lalu apa yang membedakan dengan kebun binatang konvensional pada umumnya? Menurut saya adalah koleksi satwanya. Tidak heran disebut Secret Zoo. Banyak sekali satwa yang saya belum pernah liat. Saya yang gemar menonton saluran Nat Geo dan Discovery Channel pun sampai terheran-heran dengan kehadiran satwa-satwa yang ada di sini karena belum pernah tahu sebelumnya. Ada satwa sejenis tikus yang ukuran tubuhnya dua kali lebih besar dari kucing rumahan. Ada juga primata dari Afrika yang tergolong sangat dilindungi. Macam-macam deh pokoknya. Nah, ketika malam tiba, BNS merupakan tempat wisata yang selalu dikunjungi oleh wisatawan. Di dalamnya ada permainan-permainan yang menyenangkan dan juga memancing adrenalin. Namun, tujuan utama kebanyakan wisatawan berkunjung ke sini adalah lampionnya. Lampion beraneka bentuk, ukuran, dan warna ketika malam memang menambah kesan romantis tempat ini. Tak heran, lebih banyak mereka yang berpasangan di sini dibanding yang berkeluarga atau membawa anak-anak. Apalagi cuaca di Batu lumayan dingin…. eh!? Yah, kalau boleh sedikit menyimpulkan, Batu Secret Zoo sangat layak dikunjungi untuk berbagai kalangan usia. Datanglah sejak jam buka. Perlu waktu setidaknya setengah hari di tempat ini supaya puas berkeliling. Ada banyak atraksi yang disiapkan untuk menghibur para pengunjung. Biayanya memang sedikit mahal, tapi buat saya sih sangat sepadan dengan apa yang kita dapat. Apalagi kalau membawa anak kecil. Mereka bisa belajar tentang satwa di tempat ini. Lalu, bagaimana dengan BNS? Hmmm.... Seandainya kalian tidak sedang dimabuk asmara, maka lebih baik urungkan niat untuk mengunjungi tempat ini. Buat saya sih, lebih asik mampir ke daerah alun-alun Batu dan makan Ketan Legenda yang memang sudah melegenda itu, meskipun harus mengantri panjang untuk bisa duduk dan makan dengan tenang. (NE)
|
Archives
July 2016
Categories
All
|