Saya mendengar alarm yang dipasang oleh Ko Agus semalam tadi. Tapi rasanya badan masih lelah dan tidak mau keluar dari sleeping bag. Edhy sih tidak terganggu sama sekali dengan suara alarm. Ia masih pulas. Ko Agus yang pertama keluar lalu mengecek keadaan apakah mentari pagi sudah mau terbit atau belum. Ternyata belum, jadi ia masuk lagi ke dalam tenda. Kira-kira pukul setengah enam, suara di luar tenda semakin ramai. Tanda bahwa orang-orang lain sudah bangun dan siap-siap menanti terbitnya matahari. Kami pun bergegas menyiapkan kamera dan tripod. Merahnya fajar mulai merekah sedikit demi sedikit. Sayang sekali cuaca masih sedikit berawan. Penasaran seperti apa pemandangan matahari terbit di danau Ranu Kumbolo? Mari langsung lihat saja gambar-gambar di bawah ini. Setelah menikmati dan mengabadikan momen sunrise, kami pun sarapan. Ketika sarapan, kami berdiskusi apakah kami akan melanjutkan perjalanan menuju Kalimati atau tidak. Keputusan pun diambil, dan kami semua sepakat untuk ke Oro-oro Ombo saja dan kemudian kembali lagi bermalam di Ranu Kumbolo. Oleh karena itu tenda kami pun tidak dirapihkan dan ditinggal di Ranu Kumbolo. Setelah sarapan, kami tidak membawa apa-apa menuju Oro-oro Ombo selain kamera dan persediaan minum. Dari Ranu Kumbolo, kami langsung berhadapan dengan sebuah tanjakan curam. Tanjakan Cinta namanya. Entah siapa yang memberi nama tanjakan ini. Tapi, rasanya tidak sesuai. Kalau diadakan pemilihan nama tanjakan berdasarkan polling, saya akan memilih untuk nama Tanjakan Surga karena rasanya begitu curam dan lama hingga tidak sampai-sampai di atas tanjakan. Ketika sampai di atas Tanjakan Cinta, kami beristirahat sejenak sembari menikmati pemandangan Ranu Kumbolo dari atas. Pemandangannya sangat luar biasa indah, kawan. Seandainya saja ada kedai yang menjual es kelapa muda di atas sini, mungkin saya bisa berlama-lama menikmati pemandangan ini seharian. Oops, maaf, rasa lelah karena menanjak sepertinya sudah mengacaukan isi otak saya. Kami sempat berbincang dengan seorang keluarga kecil dari Bandung (maaf saya lupa namanya). Ia, istri, dan satu anaknya yang masih kecil (kira-kira kelas tiga atau empat sekolah dasar) juga baru saja mendaki Tanjakan Cinta. Dari perbincangan itu, kami sedikit malu karena mereka bahkan hendak menuju Kalimati dan kami bertujuan untuk kembali ke Ranu Kumbolo nanti. Kami pun hanya istirahat sebentar lalu melanjutkan perjalanan menuju Oro-oro Ombo. Oh ya, Oro-oro Ombo ini terkenal dengan padang lavender. Padahal tanaman yang ada di sini bukan lavender, tapi hanya menyerupai lavender. Nama latin dari tanaman ini adalah Verbena brasiliensis. Tanaman ini hanya berbunga di waktu-waktu tertentu saja loh. Kalau kamu datang di bulan yang salah tentu tidak akan bisa melihat pemandangan padang berwarna ungu seperti ini. Setelah Oro-oro Ombo kami pun beristirahat di Cemoro Kandang, tidak jauh dari Oro-oro Ombo. Di sini lah tiba-tiba kami berpikir ulang untuk terus melanjutkan perjalanan hingga Kalimati. Semuanya sepakat untuk lanjut. Lalu kami minta tolong satu porter yang menemani kami untuk mengambil barang-barang kami di Ranu Kumbolo karena kami berubah pikiran dan hendak lanjut ke Kalimati. Ya, hal ini lumayan merepotkan mereka. hehehe... Kami pun menunggu mereka sembari beristirahat di Cemoro Kandang. Sesampainya porter di Cemoro Kandang, mereka terlihat sangat kelelahan. hehehe… Lalu mereka minta agar menambah satu porter tambahan hanya untuk dari Cemoro Kandang hingga Kalimati. Kami pun setuju. Setelah makan siang, kami pun mulai melanjutkan perjalanan ke Kalimati, pos perkemahan terakhir sebelum menuju puncak. Karena ada tambahan porter, kali ini kami jadi hanya lenggang kangkung saja, tidak membawa beban apa-apa. Hal ini sepertinya membuat para pendaki yang kami temui sepanjang jalan heran karena kami tidak membawa apa-apa di punggung kami. Medan perjalanan menuju Kalimati lumayan melelahkan. Jauh lebih melelahkan dibanding perjalanan awal Ranu Pane-Ranu Kumbolo. Hal ini mungkin karena perjalanan dari Cemoro Kandang menuju Kalimati lebih banyak porsi tanjakannya. Ko Agus sudah sering berhenti untuk beristirahat sembari memegang pinggangnya. Saya dan Edhy? Kami sudah banjir keringat dan terlihat sangat lelah. Foto di bawah ini mungkin bisa menggambarkan seperti apa lelahnya kami. Tak terbayang bila kami masih harus membawa beban di pundak kami. Sekitar jam dua siang kami pun tiba di Kalimati. Setelah membantu mendirikan tenda, porter segera pergi untuk mengambil air bersih di mata air yang lokasinya cukup jauh. Kami bertiga hanya beristirahat di dalam tenda, mengumpulkan tenaga dan niat yang tersisa untuk melakukan summit attack nanti tengah malam. Di satu sisi saya pribadi merasa ragu. Di sisi lain sayang rasanya karena saya belum tentu kembali lagi ke tempat ini. Saya jadi bingung. Hanya Ko Agus yang sudah pasti. Ya, ia sudah memastikan bahwa ia tidak akan naik. hehe.. Jadi, kami makan malam lebih cepat. Atau makan sore lebih tepatnya. Hal ini kami lakukan supaya kami bisa segera tidur dan bangun tengah malam nanti untuk persiapan summit attack. Hanya Ko Agus yang tidak tidur dan kemudian berhasil mendapatkan gambar dari galaksi bima sakti seperti ini. Jadi, kalau mau melihat hamparan langit penuh bintang, ya silahkan ke Kalimati. Untung saja kami tidak jadi kembali lagi ke Ranu Kumbolo. (NE) |
Archives
July 2016
Categories
All
|