Setelah membaca blog kami sebelumnya, mungkin sebagian dari kita mulai berpikir bahwa Bali tidak lagi melulu soal Kuta, Kuta, dan Kuta. Setelah melihat air terjun yang menakjubkan, masih ada lagi sisi lain dari Bali yang sangat menarik untuk dikunjungi. Apa ya? Ya, apalagi kalau bukan gunung. Kali ini kami melanjutkan cerita perjalanan kami menuju Gunung Batur. Gunung Batur terletak di daerah Kintamani. Jadi, semalam sebelumnya kami sudah tiba di Kintamani sekitar pukul sembilan malam WITA. Saat itu, kami menginap di Kintamani Backpacker. Judul penginapannya memang “backpacker”, tapi harganya tidak. Karena penginapan ini masih satu manajemen dengan penginapan yang tergolong eksklusif. Jadi, karena kami baru tiba malam hari di penginapan, kami pun bergegas istirahat. Saat itu sudah pukul sembilan malam. Untuk mendaki Gunung Batur, paling tidak pukul empat subuh kami sudah harus mulai pendakian. Kira-kira setengah jam sebelumnya kami sudah harus berangkat menuju gerbang pendakian. Nah, bila itu berarti pukul setengah empat berangkat, saya harus bangun jam tiga untuk persiapan mengosongkan perut terlebih dahulu. Yah, namanya juga mau naik gunung, tidak lucu kan bila tiba-tiba mules di tengah pendakian. hehehe Kamarnya memang didesain seperti asrama. Ada empat kasur dengan masing-masing dua tingkat. Ada loker pribadi juga. Kamar mandi di luar. Hanya ada dua kamar untuk tipe “backpacker” ini. Ada ruang tamu dengan TV kecil tipe bulat. Saat itu hanya ada satu pria bule yang sekamar dengan kami. Ketika alarm kami bunyi, dia sepertinya sedikit terganggu karena terbangun dari tidurnya. Hanya butuh waktu sekitar 15 menit dari penginapan untuk mencapai parkiran dan loket pendakian. Jadi kami benar-benar tepat waktu. Biaya masuk saat itu Rp. 110.000 per orang. Lalu, masing-masing rombongan sudah disediakan satu orang guide. Guide ini GRATIS, sudah termasuk dalam biaya perorangan tadi. Tapi kalau kalian mau beri tip di akhir perjalanan, ya silahkan. Mereka juga pasti senang. Oh ya, guide ini biasanya juga menyediakan beberapa senter seandainya kalian lupa membawa headlamp. Kami sih sudah siap dengan peralatan kami sendiri. Medan pendakian Gunung Batur tidaklah sulit. Kami hanya memakai sandal gunung. Tapi saya memakai kaos kaki untuk membantu mengurangi rasa dingin. Awal perjalanan hanya jalan setapak yang tidak langsung mendaki. Pendakian tidak terlalu curam dan hanya ada beberapa jalan yang kurang baik. Tangga bebatuan yang tidak teratur baru ada di dekat puncak. Pukul lima subuh kami sudah tiba di atas. Hanya butuh waktu satu jam dengan langkah santai untuk bisa mencapai puncak Gunung Batur. Musuh saya hanya satu saat itu: rasa kantuk. Rasa mengantuk ini hampir seperti yang saya rasakan ketika summit attack ke puncak Gunung Semeru. Entah karena kurang istirahat, atau kurang asupan yang bergizi, atau karena rasa dingin yang menusuk. Atau mungkin karena kombinasi semuanya. Yang pasti, mata saya sedikit sayup ketika melangkah. Meski sempat beristirahat di beberapa titik, kami tiba di puncak tepat waktu. Cahaya fajar baru mulai mengintip di ufuk timur. Masih ada waktu bagi saya dan Ko Agus untuk menyiapkan peralatan sebelum mengabadikan momen matahari terbit dari Puncak Gunung Batur. Penasaran seperti apa matahari terbit dari Puncak Gunung Batur? Indah sekali, kawan-kawan. Di kejauhan juga terlihat Gunung Rinjani. Danau Batur harusnya terlihat jelas dari Puncak, tapi tertutup oleh barisan awan, membuat panorama yang membuat kami sulit menggambarkannya dengan kata-kata. Untuk sunrise dari atas gunung, menurut saya pribadi, sejauh ini Gunung Batur merupakan tempat melihat sunrise terbaik bila yang menjadi faktor utama penilaiannya adalah total waktu pendakiannya. Atau mungkin juga kami sedang beruntung karena cuaca sangat sempurna saat itu. Setelah matahari sudah tidak malu-malu mengintip, barulah kami berkeliling di area sekitar. Banyak monyet dan anjing liar di sini. Jadi, harap selalu hati-hati dengan bawang bawaan anda. Bila sedang melihat-lihat bagian kawah dari atas, hati-hati juga dengan jurang dan tebing yang sudah pernah memakan korban. Tak berapa lama, guide kami tiba-tiba dipanggil oleh beberapa guide lain. Usut punya usut, ternyata ada pendaki yang terpeleset dan terluka cukup parah. Karena penasaran, kami pun ikut melihat. Korbannya adalah seorang perempuan asing yang sudah paruh baya. HIdungnya sepertinya patah. Rumornya sih ketika sudah mau sampai puncak, tepatnya di tangga bebatuan, ia salah menapak hingga terjatuh. Karena kejadian tersebut, para guide harus bergantian menggopoh korban ke bawah. Dengan tandu tentunya. Guide kami bertanya apa kami akan turun sendiri atau ikut bersama dengan rombongan P3K. Karena kami juga sudah puas mengambil gambar, kami pun memutuskan ikut turun dengan rombongan. Mereka mengambil jalan berbeda dari jalur pendakian. Jalannya memang lebih jauh, tapi lebih landai. Hal ini akan memudahkan proses evakuasi korban. Untuk kami, ternyata kami jadi bisa melihat pemandangan dari sisi lain Gunung Batur. Gunung Batur memang memesona. Kalau ada teman-teman yang mau ke Gunung Batur, saya sih dengan senang hati siap menemani. Mungkin lain kali saya tidak akan bawa kamera dan mencoba menikmati keindahannya saja sambil duduk menatap mentari terbit, menyeruput segelas teh manis hangat, dan kemudian bersyukur kembali di dalam hati. (NE)
|
Archives
July 2016
Categories
All
|