Sekarang ada sisi lain dari Bali yang hendak kami ceritakan, yaitu tentang budayanya. Masih di hari yang sama setelah melihat matahari terbit dari puncak Gunung Batur, sorenya kami pergi mengunjungi Uluwatu untuk menonton Tarian khas Pulau Dewata, Kecak. Kami sempat beristirahat di Denpasar sebelum kemudian berangkat ke Uluwatu di sore hari. Jalanan menuju Uluwatu ternyata lumayan padat. Maklum, Uluwatu merupakan salah satu landmark yang wajib didatangi di Bali. Kami tiba di parkiran pukul 17.20 WITA. Karena kami tidak tahu pasti pukul berapa pertunjukan akan dimulai, maka kami bergegas membeli tiket dan mengantri masuk. Kami cukup kaget karena antrian untuk masuk lumayan padat dan juga kursi penonton terlihat sudah padat sekali. Hal ini wajar karena Tari Kecak di Uluwatu dilakukan di dekat tebing dengan panorama matahari terbenam langsung sebagai latar belakang panggung. Karena sudah ramai, hal ini membuat saya dan Ko Agus gagal memilih spot untuk sudut pengambilan gambar terbaik. Tapi kami tetap sambil mencari tempat duduk dengan spot bagus yang masih tersisa. Ternyata pertunjukan sudah dimulai ketika kami sedang mengantri masuk tadi. Namun, tidak perlu khawatir bila tidak mengerti jalan cerita, karena sebelum masuk, pamflet cerita pun dibagikan secara cuma-cuma. Bila membawa tamu atau teman dari negara lain, mereka juga memiliki leaflet dalam beberapa bahasa asing yang populer. Oh ya, jangan lupa bawa minum sendiri ya karena durasi pertunjukan sekitar satu jam lebih. Karena budaya Bali berasal dari budaya Hindu, maka penampilan Tari Kecak di Uluwatu bercerita mengenai kisah Rama dan Shinta. Tepatnya ketika Shinta diculik oleh Rahwana, Raja dari Alengka. Singkat cerita, Hanoman (makhluk berwujud kera putih) membantu Rama dalam menyelamatkan Shinta. Ah, saya tidak mau terlalu banyak bercerita. Mari, datang dan saksikan saja sendiri pertunjukannya. hehehe Saya sudah menonton tari kecak di Bali di beberapa tempat berbeda. Meskipun tergolong cukup mahal (saat itu harganya Rp. 100.000,- per orang), tapi sejauh ini Uluwatu menjadi tempat favorit bagi saya untuk menonton pertunjukan Tari Kecak. Bagaimana bisa seperti itu? Menurut saya demikian:
Sebelum mencapai klimaks, ceritanya Hanoman tertangkap dan hendak dibakar. Kemudian seorang pedande (pemuka agama Hindu) masuk ke panggung, menaruh sesajen, dan kembali membaca doa. Ketika sang pedande keluar, barulah Hanoman beraksi meloloskan diri dan memorak-porandakan Kerajaan Alengka. Tepuk tangan meriah diberikan oleh penonton atas pertunjukan yang sangat menghibur ini. Hari pun sudah gelap ketika pertunjukan usai. Kami pun segera kembali ke Denpasar untuk istirahat. Kalau ditanya, apakah saya merekomendasikan tempat ini untuk dikunjungi oleh teman-teman? Jawabannya adalah IYA. Kalau belum pernah, kalian wajib ke sini. Saranku, kalian bisa datang lebih awal untuk bisa melihat-lihat di sekitar Pura Uluwatu-nya terlebih dahulu dan baru kemudian menonton pertunjukan Tari Kecak-nya. Ah, sayang sekali Edhy hanya bisa bersama dengan kami sampai hari ini. Besok ia sudah harus pulang ke Bandung karena musibah yang terjadi di rumahnya. Terima kasih sudah melakukan setengah perjalanan panjang ini bersama kami, Ed. Semoga lain waktu diberi kesempatan untuk melakukan perjalanan bersama kembali. (NE)
|
Archives
July 2016
Categories
All
|