“Welcome to Baluran. Complete your adventure.” Spanduk ini menyambut kami di loket pembelian tiket. Kami sudah tidak sabar melihat seperti apa isi Taman Nasional Baluran yang disebut-sebut sebagai Africa van Java ini. Baru kemarin kami mendokumentasikan acara Ngaben. Hari ini kami kembali melihat suasana yang sepenuhnya berbeda. Setelah membayar tiket masuk, kami pun masuk pelan-pelan ke dalam taman nasional. Pelan-pelan karena jalanannya memang kurang baik. Tak lama, signal telepon pun semakin memburuk, pertanda bahwa kami semakin dekat dengan kehidupan alam liar di dalam. Tak banyak yang bisa kami lihat ketika masuk ke dalam selain pepohonan dan semak-semak di kiri kanan jalan. Kicauan burung terdengar di mana-mana. Kupu-kupu pun terlihat sedang asyik berkerumun di dekat kubangan air di tengah jalan. Tiba-tiba kami melewati jalanan yang lurus dengan rimbunan pohon di kiri kanan yang membuat kanopi jalan secara natural. Tak heran bila jalan ini dinamai dengan Evergreen. Kami pun tiba di Sabana Bekol. Iya, sabana, padang rumput yang luas itu loh. Saya sendiri pun tidak menyangka bila Pulau Jawa ternyata masih memiliki sabana. Oh ya, jangan kebalik ya antara sabana dan stepa. Jangan pula meminta saya menjelaskannya di sini. Hehehe… Penasaran melihat seperti apa Sabana Bekol? Yuk, kita lihat gambar di bawah ini. Luar biasa bukan? Padang rumput yang luas dan kering ini mengingatkan kita akan pemandangan di Afrika bukan? Tak heran bila Baluran disebut-sebut sebagai Africa van Java. Pemandangan seperti ini hanya bisa dilihat ketika musim kemarau. Kalau musim hujan, ya padang rumputnya akan berwarna hijau, bukan coklat seperti ini. Dari Bekol kami melanjutkan perjalanan ke dalam, ke Pantai Bama. Kami melewati sabana dan melihat ada banyak kerbau sedang berjemur. Lalu kami juga melihat ada banyak kawanan rusa. Tiba-tiba saya dikagetkan oleh pemandangan sekumpulan merak di kejauhan. Kumpulan merak ini sepertinya betina, karena ekornya pendek semua. Setelah melewati sabana, kami kembali melihat kumpulan rusa kembali. Kali ini tidak jauh dari mereka, ada beberapa gerombolan monyet juga yang sedang berteduh di bebayangan pohon. Selang beberapa saat kemudian, akhirnya kami tiba juga di Pantai Bama, tempat kami menginap selama dua malam di Baluran. Banyak monyet liar di sini. Saat itu sudah lewat tengah hari. Waktunya untuk makan siang. Beruntung di Pantai Bama ada satu warung makan yang buka setiap hari. Kami pun makan siang di sana, kemudian memesan makanan untuk malam hari karena warung akan tutup sore hari. Jadi, sorenya kami kembali keliling ke sabana bekol. Hewan biasanya aktif di pagi dan sore hari. Betul saja. Kali ini kami melihat rombongan merak lebih banyak dari siang tadi. Burung merak ini sepertinya sensitif sekali. Ketika kami membuka kaca mobil, maka mereka tampak tidak terganggu. Namun, ketika kami turun dari mobil, mereka langsung bergerak menjauh. Padahal kami turun dari mobil pelan-pelan sampai tidak menutup pintu. Posisi mereka pun cukup jauh. Dalam sekejap, mereka menghilang di balik semak-semak. Hal ini terjadi berkali-kali setap kali kami melihat rombongan merak di kejauhan. Iya, berkali-kali. Kami melihat rombongan merak berkali-kali loh. Sesampainya di Bekol, saya menumpang ke toilet untuk buang air kecil. Ketika keluar dari toilet, saya kaget karena ada burung merak jantan sedang berjalan hanya beberapa langkah dari saya. Saya terkesima. Burung Merak memang mudah ditemukan bila kita pergi ke kebun binatang. Tetapi bertemu di alam liar dalam posisi dekat memberikan sensasi yang luar biasa berbeda. Saya terkesima. Tiba-tiba ia pun lari dan kemudian terbang ke sebuah phon besar di kejauhan. Sayang sekali, karena belum siap, saya tidak berhasil mendapat gambar ketika merak jantan tersebut terbang. Di satu sisi saya kecewa. Tapi keanggunan terbangnya merak jantan tersebut begitu lekat di memori otak saya. (NE)
|
Archives
July 2016
Categories
All
|