Masih dalam tema menyusuri Gua. Keesokan harinya kami mengunjungi Gua Jomblang. Siapa yang tidak mengenal Gua ini? Gua yang terkenal dengan “Cahaya Surga”-nya ini memang mampu memesonai siapa pun untuk mengunjunginya. Lagi-lagi sayang sekali, iklan rokok lah yang justru mengenalkan tempat ini secara luas. Dibandingkan dengan Gua Pindul dan Gua Kalisuci, biaya masuk ke objek wisata Gua Jomblang begitu mahal, mencapai hampir setengah juta rupiah per orangnya. Kami sendiri pun bertanya-tanya mengapa begitu mahal. Jawabannya baru kami dapat kemudian. Sebelum turun, kembali kami memakai perlengkapan keselamatan seperti helm, sepatu boot, dan harness (alat pengikat di tubuh yang nanti akan disambungkan dengan tali pengaman). Kami kaget bukan main karena kami diturunkan ke bawah dengan menggunakan seutas tali pengaman. Ketinggiannya sekitar 60 meter. Sebelum turun saja, adrenalin sudah mengalir dengan deras. Mengetahui bahwa untuk menurunkan seseorang diperlukan tenaga beberapa orang lainnya untuk menahan tali membuat detak jantung kami semakin berdebar-debar. Demi keselamatan, satu per satu kami diturunkan. Terbayang juga ketika perjalanan kembali ke atas nanti kami akan ditarik oleh sekumpulan orang tadi. Saat itu ada juga sekelompok keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan seorang anak. Rencana awal sang ibu mau ikut, tetapi ketika melihat ketinggiannya, ia pun langsung mengurungkan niatnya sehingga hanya ayah dan si anak yang ikut turun. Kami pun tiba di permukaan hutan purba. Ya, dinamakan hutan purba karena tumbuhan di sini berasal dari jaman purba ribuan tahun yang lalu. Di permukaan atas tidak akan ditemukan spesies tumbuhan yang sama seperti di hutan purba ini dan demikian juga berlaku sebaliknya. Unik bukan? Setelah semua diturunkan, kami masuk menyusuri gua untuk melihat Cahaya Surga. Gua memang tidak terlalu panjang. Namun, udara yang begitu lembap di dalam gua membuat nafas kami jadi berat dan keringat juga mengucur dengan deras. Ditambah lagi kondisi jalan bertanah yang becek dan licin membuat kami harus selalu berhati-hati dalam melangkah. Saat itu hampir tengah hari. Waktu yang tepat untuk menyaksikan cahaya surga dari dalam gua. Dari kejauhan kami sudah bisa melihat ada cahaya jatuh menembus langit-langit gua. Berkas sinarnya pun begitu indah karena melewati pepohonan di permukaan bagian atas gua. Kami semua terkesima. Biaya yang begitu mahal untuk mengunjungi gua ini terbayar impas. Kami kembali merasa beruntung karena cuaca begitu cerah pada hari ini dan "cahaya surga" terlihat dengan jelas. Bagaimana? Sudah terpesona oleh "cahaya surga"? Sayang sekali kami tidak bisa berlama-lama di sini karena memang berkas cahaya di dalam goa hanya sampai sekitar jam 1 siang. Hari ini pun belum selesai untuk kami. Masih ada Pantai Jogan dan Pantai Siung yang menanti untuk dikunjungi. Kami pun menikmati makanan yang disediakan oleh pengelola Gua Jomblang langsung ketika sudah sampai kembali di start point. Dari Goa Jomblang, kami ke Pantai Jogan. Pantai ini dikenal karena ada air terjun yang langsung jatuh ke pantai. Sayang sekali aliran air sangat sedikit, kalau tidak bisa dikatakan kering. Kami memutuskan untuk segera ke Pantai Siung yang lokasinya memang berdekatan dengan Pantai Jogan. Seperti apa keindahan Pantai Siung bisa dilihat langsung di foto-foto berikut ini. Kami bertiga minum kelapa sembari menikmati keindahan Pantai Siung. Hari mulai gelap ketika kami hendak pulang. Karena terlalu bergantung pada google map, kami selalu diarahkan untuk melewati jalan yang tidak layak dilewati oleh mobil. Tentu kami tidak mengikuti saran google map kal ini. Hari semakin gelap dan jalan di sini pun banyak cabang. Lega rasanya ketika akhirnya kami sampai di jalan raya. Waktunya untuk pulang ke penginapan dan segera istirahat. Petualangan baru sudah menanti di esok hari. (NE)
|
Archives
July 2016
Categories
All
|