Tepat jam makan siang akhirnya kami tiba di Banyu Tibo. Tapi kami belum lapar karena kami mengisi perut dengan nutrisi yang cukup ketika sarapan tadi pagi. Perjalanan ke tempat ini tidak terlalu sulit. Hanya saja ketika sudah mendekati area parker, jalanan hanya cukup untuk satu mobil. Parkirnya pun belum ada tarif retribusi resmi. Ini yang selalu saya sayangkan. Tukang parkir seringkali mematok harga sesuka mereka dan meminta uang parkir di awal (beberapa kali kami alami sendiri selama perjalanan ini). Yah, begitulah Indonesia. Terkadang kita memang harus bisa belajar menerima Indonesia seutuhnya. Bukan hanya yang baik atau bagusnya saja, tapi juga dengan sisi yang menyebalkannya. Banyu Tibo merupakan lokasi air terjun yang jatuh langsung ke pantai. Beberapa kali kami melihat foto milik orang lain sebelumnya dan membuat kami ingin mengunjungi tempat ini. Kami antara beruntung dan tidak. Air memang mengalir ke pantai seperti di foto bawah ini. Yang kami sesalkan, di sekitar tempat ini sudah banyak warung. Hal ini sangat mengganggu untuk mendapatkan sudut yang baik saat pengambilan foto. Beruntung lah mereka yang mendapat foto bagus di sini sebelum menjamurnya warung-warung ini. Kami pun tidak mau berlama-lama di Banyu Tibo. Kami memutuskan untuk segera melanjutkan perjalanan kami ke Klayar. Rasa kecewa di Banyu Tibo membuat saya berpikir bahwa keadaan di Klayar tidak akan jauh berbeda. Apalagi, Ko Agus merencanakan waktu yang cukup lama di Klayar nanti. Perjalanan dari Banyu Tibo ke Pantai Klayar memakan waktu sekitar satu setengah jam. Dugaan saya salah, Pantai Klayar jauh lebih baik daripada Banyu Tibo. Warung-warung tidak berada langsung di pinggir pantai, jadi tidak mengganggu pemandangan. Lahan parkir memadai. Bahkan ada fasilitas toilet yang luas dan bersih. Untuk hal yang terakhir, saya curiga baru dibangun khusus untuk kunjungan keluarga Presiden waktu itu. Kami mulai merasa lapar. Sesampainya kami di Pantai Klayar, kami segera masuk ke salah satu warung untuk mengisi perut kami. Kekenyangan, kami pun istirahat sejenak di warung mengingat matahari masih sangat terik saat itu. Saya sempat terlelap di kursi warung. Edhy pun demikian. Sampai akhirnya matahari sudah tidak terlalu terik, kami pun mengeksplorasi beberapa spot untuk mengambil foto. Tak terasa, kami baru selesai berburu foto pukul setengah enam sore. Di sini, terlalu banyak spot dan sudut yang menarik untuk dieksplorasi, sampai-sampai kami lupa waktu. Ada pantai yang luas. Ada batu karang yang mengeluarkan bunyi seperti seruling. Ada bukit untuk bisa melihat pantai lebih jelas. Untuk apa saya berbicara panjang lebar? Biarlah foto-foto kami yang menunjukkan langsung seperti apa Pantai Klayar. Bagaimana menurut kalian? Indah? Jelas. Lebih baik daripada Banyu Tibo? Tidak perlu didebat. Mau datang? Silahkan. Pesan kami, hati-hati bila mau berenang di pantai ini. Atau lebih baik tidak usah berenang sama sekali. Arus dan ombaknya sangat kuat. Selalu saja ada korban karena menghiraukan larangan untuk tidak berenang tersebut. “Sudah biasa. Hampir setiap bulan rasanya (ada korban)”, kata pemilik warung tempat kami makan tadi. Berarti sudah biasa pula orang-orang menghiraukan larangan tersebut.
Ah, sudahlah, resiko tanggung sendiri intinya. Kami menyempatkan diri untuk mandi di toilet umum tadi, mengingat setelah ini kami akan melanjutkan perjalanan kami langsung menuju Malang. Rasanya tanggung bila menginap di Pacitan karena kami harus berangkat sebelum subuh bila hendak mencapai Malang sesuai dengan waktu yang kami agendakan. Sampai jumpa, Klayar. Semoga kalau kami sempat berkunjung kembali, keindahanmu tidak berkurang karena sampah-sampah yang berserakan ya. (NE) |
Archives
July 2016
Categories
All
|